Pelaksanaan
Pancasila secara subjektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam pribadi perseorangan,
baik warga negara (masyarakat), individu, penduduk, penguasa negara ataupun
pemimpin rakyat maupun orang Indonesia. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif
ini justru lebih penting karena pelaksanaan Pancasila yang subjektif merupakan
syarat pelaksanaan pancasila yang objektif (Notonegoro,1974;44). Dengan
demikian pelaksanaan pancasila yang subjektif ini berkaitan dengan kesadaran,
ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Dalam pengertian
inilah akan terwujud jika suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu
bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah berpadu menjadi kesadaran
wajib moral. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib
melaksanakan Pancasila.
Pelaksanaan
Pancasila secara subjektif dibentuk secara berangsur-angsur melalui proses
pendidikan, baik pendidikan formal, non formal, maupun informal di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Hasil yang akan diperoleh berupa pengetahuan,
kesadaran, ketaatan, kemampuan dan kebiasaan, mentalitas, watak dan hati nurani
yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Namun pelaksanaan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari tidak hanya mengerti mengenai Pancasila sebagai suatu
pegangan tapi harus mempunyai sikap mental, pola berfikir dan tingkah laku
maupun amal perbuatan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila secara bulat dan
murni.
Dalam
pengamalan Pancasila yang subjektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah
dipahami, diresapi, dan dihayati oleh seseorang maka orang itu telah memiliki
moral Pancasila dan jika berlangsung terus menerus sehingga melekat dalam hati
maka disebut dengan kepribadian Pancasila. Pengertian kepribadian bangsa Indonseia
dapat dikembalikan kepada hakikat manusia.Telah diketahui bahwa segala sesuatu
itu memiliki tiga macam hakikat yaitu :
1. Hakikat abstrak yaitu terdiri atas
unsur-unsur yang bersama-sama menjadikan hal itu ada, dan menyebabkan sesuatu
yang sama jenis menjadi berbeda dengan jenis lain sehingga hakikat ini disebut
dengan hakikat universal. Contoh: jenis manusia, hewan, tumbuhan.
2. Hakikat pribadi yaitu ciri khusus yang
melekat sehingga membedakan dengan sesuatu yang lain. Bagi bangsa Indonesia
hakikat pribadi ini disebut dengan kepribadian dan hakikat pribadi ini
merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak.
3. Hakikat kongkrit yaitu hakikat segala
sesuatu dalam menyatakan kongkrit, dan hakikat ini merupakan penjelmaan dari
hakikat abstrak dan hakikat kongkrit.Oleh karena
itu bagi bangsa Indonsesia, pengertian kepribadian Indonesia ini memiliki
tingkatan yaitu :
a. Kepribadian yang berupa sifat-sifat hakikat
kemanusiaan “monupluralis” jadi sifat-sifat kemanusiaan yang abstrak umum
universal. Dalam pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan, karena
termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan.
b. Kepribadian yang mengandung sifat
kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa
Indonseia (pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada
bangsa Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.
c. Kepribadian kemanusiaan, kepribadian
Indonesia dalam realisasi kongkritnya, setiap orang, suku bangsa, memiliki
sifat yang tidak tetap, dinamis tergantung pada keadaan manusia(Indonesia)
perorangan secara kongkrit.(Notonegoro,1971;169).
Berdasarkan uraian diatas maka pelaksanaan Pancasila secara subjektif
meliputi pelaksanaan, pandangan hidup, yang mana telah dirumuskan dalam P4 (Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila).
Lebih lanjut, pelaksanaan Pancasila secara subjektif itu akan lebih akan
berhasil jika dilakukan secara sistematik dan konsisten dalam usaha untuk
membudayakan Pancasila. Penerapan Panasila secara subjektif meliputi segala
bidang kehidupan antara lain bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang juga
dilaksanakan dalam lingkungan hidup pribadi, hidup kelurga, dan hidup
kemasyarakatan.